HAKIKAT FUNGSI SASTRA
Hakikat Fungsi Sastra
A. Pendahuluan
Sastra memiliki fungsi sesuai sifatnya. Karya sastra sebagai proses kreatif yang dimunculkan oleh pengarang, membuat apa yang ada dalam cerita terkadang dipandang sebagai curahan hati pengarang. Cara pengarang menghadirkan tokoh merupakan hal umum sebagai sarana pemikat pikiran pembaca dan sebagai pencapai tujuan cerita. Seperti yang dijelaskan oleh Wellek dan Warren (2013: 83), bahwa karya sastra memang bukanlah tiruan kehidupan, namun cerita yang hadir merupakan ide yang tercermin dari persoalan kehidupan dengan aktivitas imajinasi pengarang. Sastra harus memiliki fungsi estetik dan fungsi seni. Fungsi seni tersebut harus dikaitkan pada konsep dulce maupun utile. Sebagai karya fiktif, karya sastra dapat diartikan sebagai sebuah sketsa tentang bagaimana masyarakat bergaul, beraktivitas, menghadapi masalah, melalui penggambaran yang ada dalam cerita. Pengarang dalam hal ini merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, karena ialah yang mengatur seluruh kejadian dalam cerita. Salah satu kesuksesan pengarang dalam suatu karya dapat dilihat dengan bagaimana pengarang dapat membuat seorang penikmat karya turut merasakan luapan emosional, setelah membaca, melihat dan merasakan karyanya.
A. Hakikat Fungsi Sastra
Secara umum sastra memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi menghibur dan fungsi bermanfaat. Fungsi menghibur (dulce) berarti memberikan kesenangan tersendiri dalam diri pembaca sehingga pembaca merasa tertarik membaca sastra. Sementara itu, fungsi bermanfaat (utile) berarti memberikan nasihat dan penanaman etika sehingga pembaca dapat meneladani hal-hal positif dalam karya sastra. Dalam hal ini, sastra memampukan manusia menjadi lebih manusia: mengenal diri, sesama, lingkungan, dan berbagai permasalahan kehidupan. Oleh karena itu, sastra dapat dikatakan sebagai media hiburan yang mengajar, dan media pengajaran yang menghibur.
Seiring dengan perkembangan ilmu sastra, semakin banyak pula ahli yang mendefinisikan fungsi sastra. Berikut fungsi sastra menurut para ahli :
1.Kosasih (2011:194) yang menawarkan lima fungsi sastra:
(1) fungsi rekreatif, yaitu memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur.
(2) fungsi didaktif, yaitu mendidik para pembaca karena nilai–nilai kebenaran dan kebaikan yang ada di dalamnya.
(3) fungsi estetis, yaitu memberikan nilai–nilai keindahan.
(4) fungsi moralitas, yaitu mengandung nilai moral yang tinggi sehingga para pembaca dapat mengetahui perihal yang baik dan buruk.
(5) fungsi religuisitas, yaitu mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi pembacanya.
2. Menurut Herman Didipu :
Fungsi estetis: Fungsi keindahan dari dalam karya sastra yang ditampilkan melalui penggunaan bahasa-bahasa yang indah dan memikat.
Fungsi etis: Memberikan nasihat dan penanaman etika sehingga pembaca dapat meneladani hal-hal positif dalam karya sastra.
Fungsi rekreatif: Fungsi hiburan yang diberikan oleh sastra melalui cerita, puisi, maupun dialog drama.
3. Wellek dan Warren (2014: 22–33) menjelaskan bahwa fungsi sastra menurut yang dikemukakan oleh Horace adalah sebagai berikut:
(1) Sebagai hiburan atau kesenangan (Dulce). Karya sastra adalah “pemanis” dalam kehidupan masyarakat sebab memberikan fantasi-fantasi yang menyenangkan bagi pembaca. Karena sebagai hiburan, dampak yang diperoleh adalah rasa senang.
(2) Sebagai renungan. Karena karya sastra berisi pengalaman-pengalaman manusia, maka pengalaman itu diungkapkan sedemikian rupa untuk memperoleh sari pati yang diinginkan.
(3) Sebagai bahasan pelajaran atau (utile).Karya sastra menuntun individu untuk menemukan nilai yang diungkapkan sebagai benar dan salah atau dulce et utile atau “indah dan berguna.”
(4) Sebagai media komunikasi simbolik.
(5) Sebagai pembuka paradigma berfikir.
4. Semi (1993: 20-21)
Penjabaran tentang fungsi sastra juga disampaikan oleh Semi (1993: 20– 21) bahwa tugas sastra adalah sebagai alat untuk meneruskan tradisi suatu bangsa dalam arti yang positif.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, sastra memiliki fungsi untuk memperluas wawasan tentang hakikat kehidupan dan menyajikan gambaran kehidupan serta kenyataan sosial. Maka dapat disimpulkan bahwa sastra berfungsi sebagai hiburan yang memberikan berbagai ekspresi dan sensasi kepada pembacanya, memberikan keindahan melalui tata bahasa ataupun diksi didalamnya serat berfungsi sebagai bahan penyampaian pelajaran hidup ataupun peran moral yang ada didalamnya.
B.Kaidah Dulce et utile Suatu Karya Sastra
Utile et Dulce adalah teori kritik saat yang dikemukakan oleh Horace, berasal dari bahasa Latin, 'dulce' berarti kesenangan sedangkan yaitu 'utile' yang berarti kegunaan, sehingga Dulce et utile bermakna bahwa karya sastra yang baik adalah karya sastra yang memuat unsur menyenangkan sekaligus memberikan manfaat (Badrun, 1983: 73).
Dulce dalam karya sastra dapat berupa pandangan estetika baik dari segi alur, gaya bahasa ataupun penggambaran perasaan yang baik dari penulis yang ditulis menggunakan pengungkapan gaya bahasa dengan diksi yang baik dan membuat para pembaca tertarik. Utile dalam karya sastra yaitu pesan, saran bahkan pembelajaran baik yang tersirat maupun tersurat dalam suatu karya sastra sehingga mampu menjadi media pembelajaran baik berupa pelajaran moral maupun pelajaran hidup.
Dalam mewujudkan konsep Utile et Dulce, Horace mendeskripsikan beberapa syarat yang salah satunya harus dipenuhi oleh penulis karya sastra, persyaratan ini disebut dengan poetic license. Berikut ini persyaratan-persyaratan tersebut :
1) Responsibility, seorang penulis haruslah tidak melebihi kapasitas yang ia miliki.
2) Novelty, seorang penulis mampu untuk mengungkapkan sesuatu dengan cara yang baru.
3) Suitability, penulis harus mampu menyesuaikan bahasa, zaman, genre dan konsistensi.
4) Beautiful and affecting, penulis harus memiliki perasaan terlebih dahulu sehingga tulisannya mampu untuk mempengaruhi pembaca (Nurrachman, 2017: 73).
Peotic licence diatas menegangkan bahwa seseorang tidak dapat semena-mena menjadi seorang penulis karya sastra. Dapat disimpulkan bahwa konsep Dulce et utile dalam suatu karya sangatlah penting, karena suatu karya dapat dikatakan sebagai karya sastra haruskah memiliki kedua fungsi dulce et utile tersebut yaitu memiliki kegunaan dan memberikan kesenangan dan juga harus memenuhi salah satu syarat peotic licence milik Horace.
C. Sastra dan Karakter Bangsa
Sastra mengandung nilai-nilai etika dan moral yang berhubungan dengan hidup dan kehidupan manusia. Wardiman Djojonegoro mengatakan bahwa karya sastra dapat membuka mata pembaca untuk mengetahui realitas sosial, politik, dan budaya dalam bingkai moral dan estetika, sehingga dapat menghasilkan manusia yang humanis, bermoral dan berperasaan halus.
Karya sastra juga tidak pernah pudar dan mati. Sastra dapat digunakan untuk mengembangkan wawasan berpikir tentang berbagai permasalahan bangsa.
Karya sastra dapat memberikan pencerahan pada masyarakat modern. Selain itu, sastra juga dapat menyadarkan masyarakat akan masalah-masalah penting dalam diri mereka dan menyadari bahwa merekalah yang bertanggungjawab terhadap perubahan diri mereka sendiri.
Melalui sikap dan tingkah laku para tokoh yang dihadirkan pengarang dalam cerita, sastra mengandung pesan moral. Pesan moral sastra berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan juga martabat manusia. Pesan moral tersebut menitikberatkan pada sifat kodrati manusia yang hakiki,bukan pada aturan-aturan yang dibuat,ditentukan, dan dihakimi oleh manusia.
Pesan moral atau hikmah yang disampaikan kepada pembaca lewat sastra selalu dalam pengertian baik. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah atau pesan moral sendiri yang diamanatkan dan disampaikan oleh pengarang melalui tokoh yang ditampilkan dalam cerita.
Karya sastra memiliki peranan atau misi bagi kehidupan manusia untuk membentuk karakter bangsa, yaitu :
1. Sebagai alat untuk menggerakkan pemikiran kepada kenyataan dan menolongnya mengambil keputusan jika menghadapi masalah.
2. Menjadikan dirinya sebagai suatu tempat dimana nilai kemanusiaan mendapat tempat yang sewajarnya dipertahankan dan disebarluaskan, terutama di tengah-tengah kehidupan modern yang ditandai dengan kemajuan sains dan teknologi.
3. Meneruskan tradisi suatu bangsa dari masyarakat sezamannya kepada masyarakat sesudahnya, terutama tentang cara berpikir, kepercayaan, kebiasaan, pengalaman sejarah, rasa keindahan, bahasa, serta bentuk-bentuk kebudayaan.
Penjelasan diatas memberikan simpulan bahwa sastra sangatlah berpengaruh membentuk karakter seseorang dalam kehidupan sehari-hari sampai kehidupan berbangsa dan bernegara, hal ini dikarenakan sastra memiliki pesan moral yang disampaikan dengan bahasa yang indah sehingga melekat di hati dan pikiran si pembaca dan membentuk kepribadian dan karakter.
D. Konsep Dulce et Utile pada Sastra Kontemporer
Dalam konteks sastra kontemporer, karya sastra bersifat menghibur dan bermanfaat atau konsep dulce et utile masih relevan. Banyak karya sastra kontemporer yang terus menghibur dan memberikan kesenangan kepada pembacanya, sekaligus menyampaikan pesan dan tema penting. Misalnya, novel kontemporer mungkin mengeksplorasi isu-isu sosial yang kompleks atau memberikan komentar tentang peristiwa terkini, namun tetap menarik dan menyenangkan untuk dibaca.
Lebih lanjut, konsep dulce et utile tidak terbatas pada sastra saja, namun dapat diterapkan pada semua bentuk seni. Misalnya, dalam teater, sebuah drama yang bagus tidak hanya harus menghibur tetapi juga memberikan wawasan tentang kondisi manusia dan memancing pemikiran. Demikian pula dalam seni visual, lukisan atau patung dapat menyenangkan secara estetika sekaligus menyampaikan makna atau pesan yang lebih dalam.
Karya sastra kontemporer menerapkan konsep dulce et utile dalam berbagai cara. Berikut beberapa contohnya:
1.Memberikan hiburan dan pendidikan:
Novel, cerita pendek, dan puisi kontemporer sering kali bertujuan untuk menghibur pembaca sekaligus menyampaikan pesan dan tema penting. Misalnya, novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang mengeksplorasi kehidupan anak-anak miskin Indonesia sekaligus menyoroti pentingnya pendidikan.
2.Mengatasi permasalahan sosial:
Banyak karya sastra kontemporer yang mengangkat isu-isu sosial seperti rasisme, ketidaksetaraan gender, dan degradasi lingkungan. Dengan melakukan hal tersebut, mereka tidak hanya menghibur pembaca tetapi juga meningkatkan kesadaran dan mendorong pembaca untuk mengambil tindakan.
3. Menyampaikan nilai-nilai moral:
Karya sastra kontemporer seringkali menyampaikan nilai-nilai moral seperti empati, kasih sayang, dan tanggung jawab sosial. Dengan demikian, mereka tidak hanya menghibur pembacanya tetapi juga menginspirasi mereka untuk menjadi manusia yang lebih baik.
4. Bereksperimen dengan bentuk dan gaya:
Karya sastra kontemporer sering kali bereksperimen dengan bentuk dan gaya, menantang ekspektasi pembaca dan memperluas batas-batas sastra. Dengan demikian, mereka tidak hanya menghibur pembaca tetapi juga memajukan seni sastra.
Secara keseluruhan, karya sastra kontemporer menerapkan konsep dulce et utile dalam berbagai cara, bertujuan untuk menghibur dan mendidik pembaca sekaligus membahas isu-isu sosial yang penting dan menyampaikan nilai-nilai moral.
DAFTAR PUSTAKA
Slamet, Y. B. M. 2018. "Fungsi dan peran karya sastra dari masa ke masa'. Praxis: Jurnal Sains, Teknologi, Masyarakat dan Jejaring, Vol.1, No.1, 24-40.
Wulandari, Ririn Ayu. 2015. "Sastra dalam Pembentukan Karakter". EDUKASI KULTURA, Vol.2, No.2, 66-67.
Nugraha, D. (2020). "Moralitas, Keberterimaan, Pendidikan Karakter, HOTS, dan Kelayakan Bahan dalam Pembelajaran Sastra". JP-BSI (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia),Vol.5, No.2, 76-82.
Septiningsih, L. (2015). "Membangun karakter bangsa berbasis sastra: kajian terhadap materi karya sastra di sekolah menengah atas". Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.21, No.1, 71-86.
Escarpit, R. (2005). Sosiologi sastra. Yayasan Obor Indonesia.
Komentar
Posting Komentar