GENRE SASTRA KLASIK
GENRE SASTRA KLASIK
A. Pendahuluan
Sastra klasik atau sastra tradisional adalah karya sastra yang diciptakan sebelum masuknya unsur terbaru sastra. Sastra klasik berkembang di Indonesia dan memiliki beberapa genre, seperti mantra, pantun, talibun, hikayat, dongeng, legenda, mitos, cerita jenaka, mite, cerpen, dan novel.
Meskipun sastra klasik tidak lagi menjadi fokus utama dalam perkembangan sastra Indonesia saat ini, namun karya-karya sastra klasik tetap dihargai dan dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian lanjutan.
B. Genre Sastra Klasik Nusantara
Merupakan pengelompokan atau kategorisasi sebuah karya-karya sastra yang memberikan sebuah wawasan tentang seluk beluk kehidupan masyarakat Indonesia pada masa lampau yang menganut sistem sejarah yang kental akan budaya dan tradisinya, atau biasa disebut sebagai pengelompokan sastra lama yang terikat dengan adat istiadat.
Sastra klasik Nusantara sendiri membahas berbagai materi-materi yang berhubungan dengan sebuah karya dalam sastra yang dibahas lebih detail, seperti puisi, pantun,syair, hikayat, teka-teki, peribahasa, tambo, dan dongeng.
Sastra klasik Nusantara muncul sekitar abad ke-14 yaitu pada periode ketika pengaruh Eropa belum masuk secara intensif di wilayah Nusantara.Dari perkiraan waktu perkembangannya, dapat diketahui bahwa bahasa Melayu yang digunakan adalah bahasa Melayu lama, sedangkan masyarakat yang melatarbelakangi ceritanya adalah masyarakat Melayu lama dengan gambaran alam pikiran, adat istiadat, keadaan sosial masyarakat, dan sistem nilai yang berlaku di dalam masyarakat pada masanya.
C. Karakteristik Genre Sastra Klasik Nusantara
Dari penjelasan diatas, karena diciptakan dalam masyarakat yang masih dalam keadaan tradisional, sastra klasik Nusantara mencerminkan wajah masyarakat tradisional itu. Ciri khas sastra klasik Nusantara terlihat pada hal-hal berikut :
1. Pengarang
Pengarang tidak biasa mencantumkan namanya dalam karangannya. Mereka menganggap karya sastra itu bukan milik individu pengarangnya melainkan milik bersama, milik masyarakat. Semua orang ataupun pihak yang berhubungan dengan karya sastra (seperti pawang, tukang cerita) berhak mengubahnya, mengurangi ataupun menambah bagian-bagian tertentu dari cerita sesuai dengan seleranya, termasuk mengubah gaya bahasa penyajiannya. Jika dalam teks ada nama yang tercantum pun, belum tentu itu nama pengarang aslinya.
2. Penyajian
Dalam karangan, pengarang menghadirkan keindahan antara lain dengan menggunakan gaya bahasa yang serasi, dengan irama dan kemerduan bunyi yang dihasilkan dengan rima, asonansi, aliterasi, serta permainan simbolik bunyi. Kaidah-kaidah stilistik yang digunakan merupakan sistem konvensi yang diikuti oleh para pengarang dalam menciptakan karya. Bentuk yang dipakai pengarang untuk menyampaikan gagasan ataupun pesannya kepada pembaca pada umumnya bentuk simbolik atau alegoris bentuk fabel. Gagasan yang bersifat menyindir perilaku kalangan atas disampaikan dalam bentuk karya alegoris.
3. Tokoh dan Penokohan
Karena sastra klasik umumnya bersifat didaktis, tokoh-tokoh sentralnya ditampilkan sebagai tokoh datar, sehingga jelas benar tokoh mana dan sifat bagaimana yang perlu diteladani (tokoh putih) dan mana tokoh durjana (hitam)dengan sifat-sifat yang tidak terpuji. Dalam hal ini kewajaran dikalahkan oleh fungsi. Selain itu, tokoh ditampilkan secara stereotip. Penokohan menggunakan metode diskursif/perian yang jelas melukiskan baik penampilan fisik maupun pengalaman emosional sang tokoh. Pelukisan ini menggunakan rumusan yang rinci dan relatif tetap.
4. Pengaluran
Meskipun ada kelonggaran pada penyampaian cerita/penyalinan untuk mengubah bagian cerita, dalam kebebasan itu tetap mengikatkan diri pada konvensi yang berlaku dalam kesusastraan masa itu. Konvensi yang diikuti itu di antaranya adalah konvensi yang berlaku pada pengaluran cerita. Urutan cerita menurut konvensi adalah sebagai berikut:
a. Cerita diawali dengan penyampaian pujian atau penghormatan kepada orang yang lebih dahulu ada dalam hubungan cerita yang disalin atau dibawakan.
b. Berikutnya, pengarang memohon kekuatan dan petunjuk kepada Yang Maha Kuasa agar pembuatan cerita itu berlangsung, selamat, dan sempurna.
c. Selanjutnya, barulah ditampilkan isi cerita yang sesungguhnya. Apa pun yang diceritakan, pada umumnya diakhiri dengan happy-end. Sesuai dengan sifat yang didaktis, akhir yang menggembirakan itu membuktikan bahwa protagonis dengan sifat-sifatnya yang harus diteladani itulah yang menang. Akhir seperti itu juga menggambarkan bahwa keserasian dan keharmonisan akan tercapai setelah tokoh mengalami ketimpangan dan cobaan.
Selain itu ciri sastra klasik lainnya adalah:
1. Berkaitan dengan adat istiadat dan kebudayaan Nusantara.
2. Bentuknya baku dan terkait oleh kaidah-kaidah yang baku.
3. Biasanya tidak mencantumkan nama pengarang.
4. Kisahnya berupa kehidupan istana raja-raja, dewa-dewa, para pahlawan, dan tokoh-tokoh mulia lainnya.
5. Disampaikan secara lisan.
Satria klasik sendiri menggunakan kata-kata klise, tidak sesuai dengan logika umum, biasanya disampaikan lisan dari mulut ke mulut. Sehingga tidak heran apabila karya sastra klasik Nusantara selalu memberikan karakteristik yang berbeda-beda di setiap daerahnya.
Misalnya pada cerita rakyat Malin Kundang di mana seutuhnya dibuat bukan karena ditulis atau sengaja dibuat melainkan mitos atau dari mulut ke mulut sehingga terangkai menjadi sebuah cerita yang klasik dan dapat diminati semua kalangan manusia.
D. Contoh-Contoh Teks/Lisan Sastra Klasik lasik Nusantara
1. Mantra
Mantra merupakan bentuk puisi yang berupa gubahan bahasa yang diresapi akan kepercayaan dunia gaib. Berkaitan erat dengan foklor. Menurut Danandjaja (2007: 2), folklor sebagai kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Mantra adalah salah satu genre foklor Indonesia yang masih bertahan hingga sekarang.
Mantra memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
b. pemilihan kata sangat saksama.
c. Bunyi-bunyi digunakan berulang-ulang.
d. Banyak mengandung kata yang kurang umum.
e. Menimbulkan efek bunyi yang bersifat magis, bunyi tersebut diperkuat oleh irama.
Contoh mantra :
Sirih lontar pinang lontar. Terletak di ujung bumi. Setan buta datanglah ke mari. Makanlah sirih, pinang dan lontar.
2. Pantun
Pantun adalah puisi lama yang terikat dengan baris, sajak, dan irama.Lembaga Adat Melayu Riau (2018:116), mengatakan bahwa pantun pada awalnya sangat mungkin digunakan sebagai bagian dari cara berkomunikasi dengan makhluk gaib untuk mengelola hubungan harmonis manusia dengan alam semesta. Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa pantun adalah genre non-naratif lisan yang berkembang sejak zaman dahulu.
Berikut merupakan syarat pantun yaitu:
a. Terdiri 4 baris.
b. Tiap baris terdiri atas 8 sampai 112 suku kata.
c. Baris satu dan dua disebut sampiran
d. Baris ketiga dan keempat disebut isi
e. Bersajak a-b-a-b.
f. Berasal dari daerah atau masyarakat melayu (Indonesia).
Contoh pantun :
Sirih berlipat sirih pinang
Sirih dari Pulau Mutiara
Pemanis kata selamat datang
Awal Bismillah pembuka bicara
Pantun terdiri dari :
1) Pantun berikat adalah pantun yang terdiri atas beberapa bait.
2) Pantun kilat adalah pantun yang terdiri atas dua baris, dimana baris pertama sampiran, dan baris kedua disebut isi.
3. Hikayat
Hikayat adalah salah satu jenis sastra klasik berbentuk prosa lama yang berisi cerita tentang kepahlawanan, kesaktian, dan kehebatan seseorang disertai dengan kekuatan dan keunikan yang dimilikinya.
Berikut adalah beberapa ciri-ciri hikayat :
a Penyampaiannya secara lisan (disebarkan dari mulut ke mulut)
b. Penciptanya anonim (tidak diketahui siapa)
c. Isi ceritanya kebanyakan istanasentris, yakni cerita yang berkaitan dengan kehidupan di istana atau kerajaan
d. Bersifat komunal, yakni menjadi milik masyarakat
e. Menggunakan bahasa Melayu lama
f. Mengandung banyak nilai, terutama nilai moral
g. Cerita hanya seputar peperangan antarkerajaan, keajaiban, kekuatan gaib, serta percintaan (statis)
h. Selalu berakhir dengan kemenangan tokoh utama (happy ending).
Hikayat memiliki tujuan sebagai sarana untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, meramaikan pesta, atau sekadar menyampaikan nilai-nilai luhur. Hikayat juga menceritakan tentang kekuatan atau mukjizat, hingga sarat akan hal-hal tidak masuk akal dan penuh keajaiban. Hikayat yang paling terkenal adalah Hikayat Abdullah, Hikayat Abu Nawas, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, dan sebagainya.
4. Gurindam
Gurindam disebut juga sajak peribahasa, di mana baris pertama umumnya disebut sebab, dan baris kedua disebut jawaban,
menurut Lembaga Adat Melayu Riau (2018:129), gurindam yang paling masyur di alam Melayu adalah “Gurindam Dua Belas” Raja Ali Haji yang ditulis pada tahun 1846.
Gurindam memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a Setiap bait terdiri dari dua baris.
b. Sajak akhir berirama a – a, b – b, c – c, dan seterusnya
c. Isinya merupakan nasihat, yakni menjelaskan atau menampilkan situasi sebab akibat;
d. Bersifat mendidik.
5. Syair
Syair merupakan puisi klasik yang terpengaruh budaya Arab. Menurut Braginsky (1998: 225) puisi-puisi naratif, atau syair (kata Melayu 'syair' berasal dari Arab syi'ir yang berarti 'sajak', 'puisi'), menjadi 'bentuk genre' pokok puisi tertulis Melayu selama periode klasik. Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Terdiri empat baris
b. Tiap baris terdiri atas 8 sampai 10 suku kata.
c. Semuanya merupakan isi, tidak memiliki sampiran
d. Bersajak a-a-a-a.
Contoh syair:
“Jauhi semua perbuatan jahat,
Jauhi pula perbuatan maksiat,
Mari kita segera bertransaksi,
Supaya kita selamat dunia akhirat”
6. Pribahasa
Peribahasa yaitu kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya, dan biasanya mengingatkan sesuatu maksud tertentu. Lembaga Adat Melayu Riau (2018: 137) menyebutkan bahwa peribahasa merupakan genre yang penyampaiannya secara lisan dalam bentuk kalimat kiasan atau kalimat yang digunakan tidak dengan arti sebenarnya.
Peribahasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kata-katanya memiliki bagian yang teratur.
b. Dipakai dengan peran mempercantik bahasa.
c Kata ataupun kalimat yang dipakai periodik, asik didengar dan mempunyai faedah
d. Dibentuk ataupun dibuat menurut ideologi dan perpaduan yang sangat cermat tentang alam dan kejadian yang berlangsung dan berjalan dalam masyarakat.
e. Dicipta dengan susunan bahasa yang berisi dan cantik.
Contoh pribahasa:
Kalah menjadi abu, menang menjadi arang
Artinya dalam gangguan, baik menang atau kalah, masing-masing akan mengalami kerugian.
E. Situasi Bahasa Genre Sastra Klasik Nusantara
Situasi bahasa genre sastra klasik Nusantara adalah kondisi di mana sastra klasik Nusantara berkembang dan hidup di masyarakat Nusantara. Sastra klasik Nusantara adalah karya sastra yang diciptakan sebelum masuknya unsur terbaru sastra.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat dijelaskan mengenai situasi bahasa genre sastra klasik Nusantara:
1. Sastra klasik Nusantara berkembang di kawasan Melayu dan memiliki pengaruh kuat dari Islam, khususnya tasawuf
2. Sastra klasik Nusantara memiliki ciri-ciri seperti penyebarannya dilakukan dari mulut ke mulut, menggunakan anonim, dan berkembang dalam banyak versi yang disebabkan karena penyampaian cerita yang secara lisan
3. Sastra klasik Nusantara terdiri dari berbagai bentuk, seperti mantra, pantun, talibun, dan lain-lain
4. Bahasa sastra klasik Nusantara menggunakan bahasa kedua, sedangkan bahasa sehari-hari menggunakan bahasa pertama
5. Sastra klasik Nusantara memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari jenis sastra yang dihasilkan, seperti sastra agama, cinta, pendidikan, lingkungan, sejarah, dan nasihat
Dalam perkembangannya, sastra klasik Nusantara juga dipengaruhi oleh budaya Barat, seperti dalam konvensi penulisan karya sastra, tema, penyampaian gagasan, dan gaya bercerita. Meskipun demikian, keberagaman genre sastra di Indonesia tetap terjaga dan menjadi bagian penting dalam membangun keindonesiaan
DAFTAR PUSTAKA
Nuha, Ahmad Ulin. 2018. "Genre dan Karakteristik Sastra Klasik Nusantara". (Online), (https://www.studocu.com/id/document/universitas-muria-kudus/pendidikan-bahasa-dan-sastra-indonesia/genre-dan-karakteristik-dalam-sastra/48523662, diakses pada 18 Oktober 2023, pukul 22.12)
Santosa, Puji. 2022. "Keberagaman Sastra di Indonesia dalam Membangun Keindonesiaan". (Online), (https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/807/keberagaman-sastra-di-indonesia-dalam-membangun-keindonesiaan, diakses pada 18 Oktober 2023, pukul 23.25)
Sariani, Lisa, dkk. 2021. "Genre Sastra dalam Melahirkan Masyarakat Pulau Rangsang". JURNAL BERASA (BERANDA SASTRA), Vol.1, No.2.
Sayekti. 2009. "Sastra Melayu Klasik dalam Pengajaran Sastra Indonesia di SMA". Jurnal Widya Warta, Vol.1, No.2.
Syahrul, Ninawati. 2016. "Peran sastra sebagai sarana pembangun karakter bangsa." SASTRA DAN POLITIK PARTISAN, Vol. 201, No.6
Komentar
Posting Komentar