TEORI DAN SEJARAH SASTRA SERTA KRITIK SASTRA

 TEORI DAN SEJARAH SASTRA SERTA KRITIK SASTRA 


A. Pendahuluan

Pada dasarnya ilmu sastra terbagi menjadi tiga bagian, teori sastra, sejarah sastra, kritik sastra, ketiganya saling berkaitan secara keseluruhan dalam pengkajian karya sastra dan praktik penggunaannya. Usia ilmu sastra sebenarnya sudah cukup tua. Cikal bakalnya muncul ketika filosof Yunani yang bernama Aristoteles (384-322 sM) lebih dari 2000 tahun yang lalu telah menulis buku yang berjudul Poetica. 

Sastra dapat dilihat dari sudut prinsip, kategori, asas, atau ketentuan yang mendasari karya sastra. Teori sastra adalah teori tentang prinsip-prinsip, kategori, asas, atau hukum yang mendasari pengkajian karya sastra. Sastra dapat dilihat sebagai deretan karya yang sejajar atau tersusun secara kronologis dari masa ke masa dan merupakan bagian dari proses sejarah. Sejarah sastra adalah ilmu yang mempelajari tentang perkembangan sastra secara kronologis dari waktu ke waktu. Sastra dapat dikaji dengan menggunakan prinsip-prinsip karya sastra. Kritik Sastra adalah ilmu yang mempelajari dan memberikan penilaian terhadap karya sastra berdasarkan teori sastra. Di dalam ilmu sastra, perlu disadari bahwa ketiga bidang tersebut tidak dapat dipisahkan (Wellek dan Warren; 1977: 39).

B. Pengertian Teori Sastra, Sejarah Sastra, dan Kritik Sastra 

1.  Teori Sastra

Teori berasal dari bahasa Latin yakni kata Theoria. Secara etimologis teori berarti renungan terhadap alam semesta dan kenyataan (Ratna, 2004 : 1). Secara umum yang dimaksud dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menerapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-gejala yang diamati yang berisi konsep atau uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari suatu titik pandang tertentu.

Teori sastra ialah cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang prinsip-prinsip, hukum, kategori, kriteria karya sastra yang membedakannya dengan yang bukan sastra. Teori sastra selalu bertumpu pada teori yang paling baru. Teori bersifat mutakhir. Teori lama harus ditinggalkan ketika muncul teori baru yang dianggap lebih relevan untuk digunakan. Hal ini disebabkan karena teori adalah alat penelitian dan hasil penemuan. Selain itu teori juga merupakan ilmu pengetahuan yang akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan manusia.

Teori sastra membahas secara rinci aspek-aspek yang terdapat di dalam karya sastra, baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya, struktur, pilihan kata, maupun konvensi sastra yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan lainnya yang membangun keutuhan sebuah karya sastra.


2. Sejarah Sastra 

Sejarah sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang sejarah berdirinya sastra mulai awal sampai sekarang dan juga mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu. 

Di dalamnya dipelajari ciri-ciri karya sastra pada masa tertentu, para sastrawan yang mengisi arena sastra, puncak-puncak karya sastra yang menghiasi dunia sastra, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar masalah sastra. Sebagai suatu kegiatan keilmuan sastra, seorang sejarawan sastra harus mendokumentasikan karya sastra berdasarkan ciri, klasifikasi, gaya, gejala-gejala yang ada, pengaruh yang melatarbelakanginya, karakteristik isi dan tematik.


3.Kritik Sastra

Kritik sastra adalah cabang ilmu sastra yang berisi tentang tata cara penilaian terhadap karya-karya sastra. Kritik yang baik, memerlukan kemampuan mengapresiasi sastra, pengalaman yang banyak dalam menelaah, menganalisis, mengulas karya sastra,penguasaan, dan pengalaman yang cukup dalam kehidupan yang bersifat nonliterer, serta tentunya penguasaan tentang teori sastra.

Andre Hardjana (1981) mendefinisikan kritik sastra sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran secara sistemik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis. Kata ‘pembaca’ di sini ditekankan karena kritik sastra bukanlah hasil kerja yang luar biasa dari penulisnya yang dapat disetarakan dengan penulis karya sastra itu sendiri. Setiap pembaca dapat saja membuat kritik terhadap karya sastra yang dibacanya tetapi belum tentu ia dapat masuk ke dalam nilai-nilai hakiki karya sastra tersebut kalau dia tidak mendalami dan menilai pengalaman kemanusiaan yang terdapat di dalamnya.


C. Kaitan Teori Sastra, Sejarah Sastra, dan Kritik Sastra

Ketiga cabang ilmu sastra ini merupakan kesatuan yang saling bertalian dalam praktik penggunaannya. Teori sastra membahas secara rinci aspek-aspek yang terdapat di dalam karya sastra, baik konvensi bahasa yang meliputi makna, gaya, struktur, pilihan kata, maupun konvensi sastra yang meliputi tema, tokoh, penokohan, alur, latar, dan lainnya yang membangun keutuhan sebuah karya sastra. Di sisi lain, kritik sastra merupakan ilmu sastra yang mengkaji, menelaah, mengulas, memberi pertimbangan, serta memberikan penilaian tentang keunggulan dan kelemahan atau kekurangan karya sastra. Sasaran kerja kritikus sastra adalah penulis karya sastra dan sekaligus pembaca karya sastra. Untuk memberikan pertimbangan atas karya sastra kritikus sastra bekerja sesuai dengan konvensi bahasa dan konvensi sastra yang melingkupi karya sastra.

Pendalaman teori sastra dan juga pengetahuan sejarah sastra yang matang dapat membantu proses kritik sastra yang akurat. Artinya penilaian dalam melakukan kritikan terhadap karya sastra tidak hanya berdasarkan pada pernyataan suka atau tidak suka saja, melainkan lebih kepada penilaian yang bersifat membangun. Kebutaan seorang kritikus sastra terhadap sejarah sastra berimbas pada penilaian yang asal-asalan. Hal ini disebabkan karena seorang kritikus mengesampingkan masalah-masalah yang menjadi latar belakang munculnya sastra dan juga landas tumpu permasalahan yang ada dalam sejarah.

Hubungan antara teori sastra dengan sejarah sastra. Sejarah sastra adalah bagian dari ilmu sastra yang mempelajari perkembangan sastra dari waktu ke waktu, periode ke periode sebagai bagian dari pemahaman terhadap budaya bangsa. Perkembangan sejarah sastra suatu bangsa, suatu daerah, suatu kebudayaan, diperoleh dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra yang menunjukkan terjadinya perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan karya sastra pada periode-periode tertentu. Secara keseluruhan dalam pengkajian karya sastra, antara teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra terjalin keterkaitan.

D. Jenis Teori, Sejarah dan Kritik Sastra

1. Jenis Teori Sastra

a).Teori Psikoanalisis

Teori ini menganggap bahwa karya sastra selalu membahas peristiwa kehidupan manusia. Manusia yang memiliki perilaku yang beragam dipengaruhi oleh kondisi psikologis seseorang yang akan mempengaruhi kehidupannya. Secara langsung karya sastra adalah produk dari jiwa dan pemikiran pengarang yang berada dalam kondisi setengah sadar. Para pakar psikologis yang terkenal dalam pendekatan teori ini adalah Jung, Adler, Freud, dan Brill memberikan banyak kontribusinya terhadap teori ini.

Teori ini terbagi dalam tiga aspek yaitu Id, Ego dan Superego. Id adalah naluri makhluk hidup dalam rangka mempertahankan eksistensinya di muka bumi. Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab dalam menangani sebuah realitas (memuaskan keinginan Id dengan cara yang realitas). Superego adalah pengendali Id dan Ego yang berasal bukan dari diri sendiri melainkan penyerapan standar aturan dan pranata dari pendidikan orang tua dan lingkungan sekitar.

b).Teori Struktural

Teori ini tidak memperlakukan karya sastra sebagai objek kajiannya karena yang menjadi kajiannya adalah sistem sastra itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari hubungan berbagai unsur dalam teks sastra sehingga unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain dalam keseluruhan yang utuh. Teori ini dapat dideskripsikan terpisah dari pengarang ataupun realitas sosial.

c).Teori Feminisme

Teori ini adalah cerminan realitas sosial patriarki. Berawal dari gejolak para perempuan yang tertindas oleh sistem sosial patriarki, teori feminisme ini tidak berdiri di dalam satu aliran. Feminisme terdiri atas beberapa aliran seperti aliran liberalis, marxis, sosialis, eksistensialis, psikoanalitik, radikal, postmodern, dll. Tokoh-tokoh terkemuka dalam teori ini adalah Helena Cixous, Virginia Wolf, dan Kate Millet.


2. Periodisasi Sejarah Sastra 

a). Angkatan ‘45

Angkatan ini di beri nama ‘Angkatan 45’ karena didasarkan pada peristiwa kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Nama angkatan 45 pertama kali dimunculkan oleh Rosihan Anwar pertama kali pada lembar kebudayaan “Gelanggang”.

Sastrawan Angkatan 45 yang tersohor dalam bidang puisi adalah Chairil Anwar, dengan karyanya “Kerikil Tajam’’. Sedangkan dalam bidang prosa adalah Idrus. Karya Idrus yang terkenal adalah ‘’Corat Coret Di Bawah Tanah’’. Penulisan Essai sastrawan yang terkenal adalah H.B Jassin.

b). Angkatan ‘50

Pada angkatan ini berkembang karya sastra yang didominasi oleh cerpen, balada dan puisi. Dalam bentuk puisi gaya bercerita pengarang juga berkembang seperti berkembangnya puisi cerita atau balada dengan gaya yang lebih sederhana seperti puisi karya Rendra yaitu “Balada Terbunuhnya Atmo Karpo” atau “Nyanyian Angsa” ada gambaran suasana muram karena menggambarkan hidup yang penuh penderitaan.

Adapun sastrawan yang termasuk dalam periode 50-an ini di antaranya Sapardi Djoko Damono (1940-2020), Kirdjomuljo (1930-2000), WS Rendra (1935-2009), Ajib Rosidi (1938-2020), Toto Sudarto Bachtiar (1929-2007), Ramadhan KH (1927-2006), Subagio Sastrowadojo (1924-1995), Mansur Samin (1930-2003), N.H. Dini (1936-2018), Trisnojuwono (1926-1996), Rijono Pratikno (1932-2005), Alexandre Leo (1905-1985), Jamil Suherman (1924-1985), Bokor Hutusahut, Hartojo Andangjaya dan masih banyak yang lainnya.

Sastrawan paling terkenal adalah Sapardi Djoko Damono dengan karyanya yang bejudul 'Aku Ingin'.

c. Angkatan '70

Pada periode ini banyak pembaharuan dalam berbagai bidang, diantaranya yaitu, wawasan estetik, pandangan, sikap hidup, dan orientasi budaya. Para sastrawan tidak mengabaikan sesuatu yang bersifat tradisional bahkan berusahan untuk menjadikannya sebagai titik tolak dalam menghasilkan karya sastra modern. Perkembangan sastra Indonesia periode 70-an maju pesat, karena banyak penerbitan yang muncul dan bebas menampilkan hasil karyanya dalam berbagai bentuk.

Adapun sastrawan yang termasuk dalam periode 70-an ini di antaranya  Arifin C. Noer (1941-1995), Budi Darma (1937-2021), Dami N. Toda (1942-2006), Putu Wijaya (1944-Sekarang), Sutardji Calzoum Bachri (1941-Sekarang), Korrie Layun Rampan (1953-Sekarang), Danarto (1940-2018), Taufiq Ismail (1935-Sekarang).

Sastrawan yang paling terkenal adalah Taufik Ismail dengan karyapuisi “Kerendahan Hati”.

d. Angkatan ‘2000

Pada periode 2000-an, karya sastranya sudah memiliki corak baru dalam prosa, puisi, drama, dan perfilman. Perkembangan sastra periode ini menampilkan bentuk pikiran karya sastra yang beragam. Hal ini membuktikan bahwa sastra pada periode 2000 mengalami perkembangan yang aktif dan positif. Sastra Angkatan 2000 sering disebut sastra mutakhir. Salah satu karya sastra Angkatan ini adalah novel Saman (1998) oleh Ayu Utami dan dijadikan sebagai tonggak pembaharu sastra dalam sejarah kesusastraan. Novel ini melahirkan wawasan estetik baru karena mencirikan teknik khas yang tampak dari pola kolase.

Ahmad Fuadi (1972-Sekarang), Andrea Hirata (1967-Sekarang), Ayu Uutami (1968-Sekarang), Cucuk Espe (1974-Sekarang), Habiburarahman El Shirazy (1976-Sekarang), Herlinatiens (1982-Sekarang), Raudal T. Bauna (1975-Sekarang), Acep Zamzam Noor (1960-Sekarang), Afrizal Malna (1957-Sekarang), Ahmadun Yosi H. (1958-Sekarang), Isbedy Setiawan Z. S. (1958-Sekarang), M. Shoim Anwar (1984-Sekarang), Seno Gumira Ajirdarma (1958-Sekarang).

Salah satu tokoh Sastrawan Angkatan 2000 adalah Andrea Hirata, Andrea Hirata Seman Said Harun atau lebih dikenal sebagai Andrea Hirata adalah novelis Indonesia yang berasal dari Pulau Belitung, provinsi Bangka Belitung. Novel pertamanya adalah Laskar Pelangi yang menghasilkan tiga sekuel.

3. Jenis-jenis Kritik Sastra

a. Kritik impresionistik, menekankan bagaimana karya sastra mempengaruhi kritikus.

b. Kritik kesejarahan, memiliki karya sastra berdasarkan lingkungan sejarah dan fakta tentang kehidupan di lingkungan kehidupan pengarang.

c. Kritik tekstual, berusaha untuk menuliskan kembali naskah asli karya tersebut.

d. Kritik formal, menyelidiki jenis dan karakteristik manakah suatu karya sastra dapat dimasukkan.

e. Kritik yudisial, kritik yang menilai suatu karya sastra dengan suatu perangkat ukuran yang telah ditetapkan.

f. Kritik analitik, usaha untuk menemukan hakikat suatu karya secara objektif melalui analisis yang mendalam bagian-bagian karya tersebut.

g. Kritik moral, mengevaluasi suatu karya sastra dalam kaitannya dengan nilai kemanusiaan.

h. Kritik mitik, penyelidikan tentang hakikat dan makna suatu karya sastra dalam hubungannya dengan pola-pola kepercayaan.

i. Kritik mimetik, memandang karya sastra sebagai imitasi, refleksi, atau representasi dunia dan kehidupan manusia

j. Kritik pragmatik, memandang karya sastra sebagai sesuatu yang disusun untuk mencapai efek-efek tertentu pada audiens.

k. Kritik ekspresif, memperlakukan karya sastra terutama dalam kaitannya dengan, mendefinisikan puisi sebagai ekspresi atau luapan perasaan atau sebagai produk imajinasi penyair yang beroperasi pada persepsi-persepsinya.

l. Kritik objektif, mendekati karya sastra sebagai suatu yang berdiri bebas dari penyair, audiens, dan dunia sekitarnya, memandang karya sastra sebagai suatu objek yang mencukupi dirinya sendiri atau sebagai sebuah dunia yang mandiri.

n. Kritik penilaian, kritik yang sifatnya memberi penilaian terhadap pengarang dan karyanya dan penilaian itu dilakukan berdasarkan ukuran yang ditetapkan sebelum penilaian dilakukan.

m. Kritik induktif, kritik yang dilakukan dengan jalan menelaah atau menjelajahi suatu karya tanpa ada persepsi sebelumnya.


E. Manfaat Ilmu Sastra (Teori, Sejarah dan Kritik Sastra)

1). Menstimulasi imajinasi

2). Mengembangkan kemampuan kritis 

3). Meningkatkan perhatian emosional

4). Meningkatkan kepercayaan diri dalam mengekspresikan ide

5). Meningkatkan kepekaan terhadap nilai-nilai kehidupan dan kearifan dalam menghadapi lingkungan realitas kehidupan dan sikap pendewasaan

6). Memperkaya pengalaman dan menjadikan lebih tanggap terhadap peristiwa-peristiwa manusiawi, pengenalan dan rasa hormat terhadap tata nilai.

7). Meningkatkan kapasitas perasaan atau emosi dan pemikiran.

8). Pembinaan watak dalam mengembangkan perasaan yang lebih tajam terhadap nilai-nilai.

9). Memajukan kecap kapan individual yang bersifat kompleks

10). Mengembangkan nilai-nilai luhur seperti empati, disiplin diri, etos kerja, saling menghargai, dan solidaritas.


F.  Fiksionalitas Karya Sastra

Fiksionalitas karya sastra adalah unsur imajinasi atau khayalan yang ada di dalam karya sastra itu sendiri untuk memberikan kebaharuan dan kompleksitas pada karya sastra. Dalam dunia kesusastraan, terdapat karya-karya yang mengandung unsur mimetik dan kreasi, yaitu tiruan atau ciptaan.  Pengarang seringkali menggunakan imajinasi dalam proses mimesis untuk menciptakan karya sastra yang unik dan berbeda-beda. Meskipun karya fiksi umumnya mengandung unsur khayalan, seringkali pengarang juga mencantumkan wawasan yang dikaitkan dengan mimesis dalam cerita. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua karya fiksi hanya berkaitan dengan imajinasi, tetapi juga dapat mencakup aspek-aspek realitas. Karya sastra semata-mata hanya meniru alam. Fiksionalitas karya sastra dapat berfungsi untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari tekanan









DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2022. Teori Sastra Terbaru Perspektif Transdisipliner. Enggang: Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni, dan Budaya. Vol.2, No.2.

Erowati, Rosida, dan Ahmad Bahtiar. “Sejarah Sastra Indonesia.” (2011).

Hawa, Masnuatul. 2017. TEORI SASTRA. Yogyakarta : Deepublish.

Riama. 2020. Pembelajaran Sastra Bahasa Indonesia di Sekolah. Jurnal Universitas  Dharmawangsa. Vol.14, No.3, hal 418-427.

"Saryono, D. (2021). Penguatan Literasi Bangsa Berwahana Pembelajaran Sastra Indonesia. Pedalitra: Prosiding Pedagogi, Linguistik, dan Sastra, 1(1), 1-9."

Komentar

Postingan Populer