UNSUR-UNSUR PROSA NARATIF ATAU FIKSI

 UNSUR-UNSUR PROSA NARATIF ATAU FIKSI 

A. Pendahuluan

Dalam mempelajari sastra, selain memahami isi cerita, kita juga perlu berusaha memahami unsur-unsur cerita yang merupakan bagian penting dalam mengkonstruksi cerita. Dengan demikian, selain dapat menangkap isi cerita, kita juga dapat memahami unsur-unsur cerita yang dibaca.

Pembahasan isi cerita dapat dilakukan dengan membahas nilai-nilai yang terkandung dalam cerita, tindakan yang dilakukan tokoh, atau gambaran situasi sosial yang tercermin dalam cerita. Sedangkan untuk membahas unsur-unsur cerita, misalnya novel berarti membahas unsur-unsur pembentuk cerita, seperti tema, tokoh, alur, dan lain-lain. Untuk melakukan diskusi tersebut diperlukan pemahaman dan pengertian yang baik terhadap unsur-unsur yang ada dalam cerita.


B. Unsur-unsur Intrinsik Fiksi

1. Fakta Cerita 

Fakta cerita merupakan unsur dasar yang membentuk sebuah cerita yang menarik. Fakta cerita merupakan unsur penting dalam cerita fiksi.Menurut Sayuti (2000:39), fakta cerita mencakup tiga unsur utama dalam karya fiksi, yaitu: 

a. Tokoh dan Penokohan. 

Menurut Abrams (Nurgiyantoro 2007:165), tokoh cerita adalah tokoh-tokoh dalam suatu karya naratif atau dramatik yang ditafsirkan oleh pembaca mempunyai kualitas dan kecenderungan moral tertentu, yang tercermin dalam perkataan dan tindakannya. Oleh karena itu, tokoh adalah orang-orang dalam cerita yang mempunyai ekspresi, tutur kata, dan kualitas hidup. Selain itu, karakter juga dapat diringkas menjadi aktor yang hidup dalam peristiwa dalam cerita dan memiliki cara memerankannya yang sesuai dengan kehidupan nyata.

Nurgiyantoro (2007: 176-191) mengemukakan adanya pembedaan tokoh ke dalam beberapa jenis penamaan, yaitu:

1) Berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan dan keterlibatannya dalam cerita, yaitu: 

a) Tokoh utama dan tokoh tambahan 

Tokoh utama adalah tokoh dalam novel yang mendapat prioritas dalam cerita. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh yang paling banyak diceritakan, baik itu pelaku peristiwa maupun tokoh yang terkena dampak peristiwa, merupakan tokoh-tokoh yang kurang hadir dalam keseluruhan cerita dan tidak penting serta hanya mempunyai peran. akan muncul hubungan langsung atau tidak langsung. Koneksi tidak langsung dengan tokoh utama. 

b) Tokoh protagonis dan tokoh antagonis 

Tokoh protagonis adalah tokoh yang dikagumi, yang pada umumnya disebut sebagai hero. Tokoh ini merupakan pengejawantahan norma-norma, serta nilai-nilai yang ideal di dalam kehidupan. Dalam novel pada umumnya selain terdapat tokoh protagonis juga terdapat tokoh antagonis. Tokoh antagonis merupakan tokoh yang menyebabkan terjadinya ketegangan, serta konflik pada tokoh protagonis.

2) Berdasar watak tokoh, yaitu:

Tokoh sederhana : tokoh yang kurang mewakili keutuhan personalitas manusia dan hanya ditonjolkan satu sisi karakternya saja

Tokoh kompleks : menggambarkan keutuhan personalitas manusia yang mempunyai sisi baik dan buruk secara dinamis

3) Berdasarkan sifatnya

a) Tokoh Protagonis: Tokoh utama yang memiliki sifat baik, positif, dan banyak disukai. Biasanya menjadi tokoh utama dan pusat perhatian dalam cerita. Tokoh protagonis sering digambarkan memiliki sifat yang rendah hati, tidak sombong, penyabar, jujur, setia, dan suka menolong.

b) Tokoh antagonis : Tokoh yang memiliki sifat bertentangan dengan tokoh protagonis. Tokoh antagonis sering digambarkan sebagai tokoh jahat, penentang, atau lawan dari tokoh protagonis.

c) Tokoh Tritagonis: Tokoh penengah atau pembantu dari tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh tritagonis biasanya memiliki peran yang tidak terlalu besar dalam cerita.

Terdapat 3 dimensi tokoh :

1) Dimensi fisiologis : usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri muka, dan sebagainya

2) Dimensi sosiologis : status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan dalam masyarakat, pendidikan, agama, pandangan hidup, ideologi, aktivitas sosial, organisasi, hobi, bangsa, suku, keturunan

3) Dimensi psikologis : mentalitas, ukuran moral, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan (temperamen), intelektual (IQ)


Sumardjo (1988: 56) mengatakan dalam penokohan atau pelukisan karakter atau perwatakan yang baik adalah menggambarkan watak dalam setiap ceritanya, sehingga pembaca melihat dengan jelas watak pelakunya melalui semua tingkah laku, semua yang diucapkannya, semua sikapnya dan semua yang dikatakan orang lain tentang tokoh ini dalam seluruh cerita. Berikut cara penggambaran tokoh, yaitu:

1) Metode Langsung (Telling), karakterisasi dilakukan melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh, dan tuturan pengarang.

2) Metode Tidak Langsung (Showing), karakterisasi melalui penamaan tokoh, cakapan, penggambaran pikiran tokoh, arus kesadaran, pelukisan perasaan tokoh, perbuatan tokoh, pandangan seorang atau banyak tokoh terhadap tokoh tertentu, dan pelukisan fisik dan latar. 


b. Alur (Plot)

Adalah rangkaian peristiwa yang disusun berdasar hubungan kausalitas. Pembagian alur terdiri dari, awal (eksposisi yang mengandung instabilitas dan konflik), tengah (klimaks), akhir (denoument atau penyelesaian)

Kaidah alur terdiri menjadi :.

1). plausibilitas (kemasukakalan), jika tokoh-tokoh cerita dan dunianya dapat diimajinasikan (imajinable) jika memiliki kebenaran untuk dirinya sendiri deus ex machina (dewa dari langit).

2). suspense, membangkitkan rasa ingin tahu, ketidaktentuan harapan atau perasaan kurang pasti terhadap peristiwa yang akan terjadi

3). surprise (kejutan), jika sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang atau bahkan bertentangan dengan harapan pembaca, memperlambat atau mempercepat klimaks

4). unity (keutuhan), seluruh aspek cerita berhubungan membentuk satu kesatuan yang utuh dan padu

Jenis-jenis alur dibedakan menjadi:

1) Berdasarkan penyusunan peristiwa: 

a) Alur progresif/kronologis/ maju: alur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara kronologis. 

b) Alur regresif/flash back/sorot balik/mundur: alur yang peristiwa-peristiwanya disusun secara tidak kronologis.

c) Alur campuran: alur yang merupakan perpaduan alur progresif dan regresif

2) Berdasarkan kualitasnya: 

a)  Alur rapat: alur yang alur utamanya tidak dapat disisipi alur lain

b) Alur longgar: alur yang alur utamanya masih dapat disisipi alur lain

3). Berdasar akhir cerita: 

a) Alur terbuka: alur yang memiliki penyelesaian yang tidak jelas atau menggantung. 

b) Alur tertutup: alur yang memiliki penyelesaian yang jelas


4). Berdasar kuantitasnya: 

a) Alur tunggal: alur yang rangkaian peristiwanya mengandung satu peristiwa primer.

b) Alur jamak: alur yang rangkaian peristiwanya mengandung beberapa peristiwa primer


c. Latar (Setting)

Latar adalah unsur fiksi sesuatu yang mengacu pada tempat, hubungan waktu, dan kondisi sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Unsur latar terdiri dari: 

1) Latar tempat: latar yang mengacu pada tempat atau lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi.

2).Latar waktu: latar yang mengacu pada waktu kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi.

3) Latar sosial: latar yang mengacu pada kondisi sosial masyarakat yang diceritakan dalam karya fiksi.


2. Sarana Cerita

Sarana cerita prosa merupakan sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam membentangkan bagaimana terjadinya cerita dalam prosa. Sarana cerita prosa juga dapat disebut sebagai unsur pembangun dari prosa. Sarana cerita prosa ini menyangkut judul, sudut pandang, dan gaya bahasa. Dimana ketiga hal itu selalu ada didalam prosa.

a. Judul 

Judul adalah lukisan singkat suatu atau juga miniatur isi bahasan, biasanya menggambarkan isi, judul biasanya mengacu pada tokoh, latar, klimaks, akhir cerita. Judul menjadi daya tarik pertama bagi pembaca. Judul yang berhasil banyak ditentukan oleh sensitivitas pengarang terhadap kekuatan kata-katanya atau kepekaan rasa bahasa.

Kriteria judul yaitu, singkat (agar mudah diingat), menarik (bersifat eye-catching atau menangkap mata begitu orang memandangnya, menggambarkan isi, bersifat konotatif (bukan denotatif), mampu menggugah pembaca terhadap keinginannya mencari makna dari cerita yang dibacanya/memunculkan rasa ingin tahu.

b. Sudut Pandang (Point of View)

Merupakan teknik atau siasat yang sengaja dipilih penulis untuk menyampaikan gagasan dan ceritanya, melalui kaca mata tokoh atau tokoh-tokoh dalam ceritanya. Didefinisikan juga sebagai cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah cerita fiksi kepada pembaca, atau unsur fiksi yang mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari posisi mana (siapa) peristiwa atau tindakan itu dilihat.

Jenis jenis sudut pandang yaitu: 

1). Sudut Pandang Orang Pertama Tunggal

Pengarang dalam sudut pandang ini menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam ceritanya. Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”. Namun begitu, sudut pandang ini bisa dibedakan berdasarkan kedudukan “Aku” di dalam cerita, yaitu: 

a) “Aku” tokoh utama

Pengarang menempatkan dirinya sebagai tokoh di dalam cerita yang menjadi pelaku utama. Melalui tokoh “Aku” inilah pengarang mengisahkan kesadaran dirinya sendiri (self consciousness); mengisahkan peristiwa atau tindakan. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang diketahui, didengar, dialami, dan dirasakan tokoh “Aku”. Tokoh “Aku” menjadi narator sekaligus pusat penceritaan.

b) “Aku” tokoh tambahan

Pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku dalam cerita, hanya saja kedudukannya bukan sebagai tokoh utama. Keberadaan “Aku” di dalam cerita hanya sebagai saksi. Dengan demikian, tokoh “Aku” bukanlah pusat pengisahan. Dia hanya bertindak sebagai narator yang menceritakan kisah atau peristiwa yang dialami tokoh lainnya yang menjadi tokoh utama.

2). Sudut Pandang Orang Pertama Jamak


Bentuk sudut pandang ini sesungguhnya hampir sama dengan sudut pandang orang pertama tunggal. Hanya saja menggunakan kata ganti orang pertama jamak, “Kami”. Pengarang dalam sudut pandang ini menjadi seseorang dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang.

3). Sudut Pandang Orang Ketiga Tunggal

Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; “Dia” atau “Ia”.Sudut pandang orang ketiga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap cerita, yaitu: 

a) Sudut Pandang Orang Ketiga Mahatahu

Sudut pandang ini pengarang atau narator mengetahui segala hal tentang tokoh-tokohnya, peristiwa, dan tindakan, termasuk motif yang melatar belakanginya. Dia bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Bahkan, pengarang bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan tokoh-tokohnya.

b) Sudut Pandang Orang Ketiga Terbatas

Dalam sudut pandang ini, pengarang juga bisa melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh ceritanya. Namun hanya terbatas pada satu tokoh, atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas (Stanton, 1965:26). Pengarang tidak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.

c) Sudut Pandang Orang Ketiga Objektif

Pengarang atau narator dalam sudut pandang ini bisa melukiskan semua tindakan tokoh-tokohnya, namun dia tak bisa mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh-tokohnya. Dia hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya.

4). Sudut Pandang Orang Ketiga Jamak

Pengarang menjadi narator yang menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kaca mata kolektif. Narator akan menyebut tokoh-tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; “Mereka”.

5). Sudut Pandang Campuran

Sebuah novel mungkin saja menggunakan lebih dari satu ragam sudut pandang. Bahkan, belakangan ini, sudut pandang campuran tak hanya digunakan dalam novel saja, tetapi juga digunakan di dalam cerpen. Pengarang menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan sudut pandang yang berbeda-beda.

c. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah.Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang membentuk gaya bahasa.Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda: berterus terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. 


3. Tema

Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra, yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita.Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita.Karena itu, tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita. Dalam menentukan tema, pengarang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: minat pribadi, selera pembaca, dan keinginan penerbit atau penguasa.

Penggolongan tema menurut Shipley: 

1). Tema jasmaniyah atau fisik, yaitu tema yang lebih menonjolkan aktivitas fisik atau jasmaniyah.

2). Tema organik, yaitu tema yang berkaitan dengan moral manusia (termasuk di dalamnya masalah seksual).

3). Tema sosial, yaitu tema yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat, termasuk di dalamnya masalah politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta, hubungan manusia, dan sebagainya.

4). Tema egoik, yaitu tema yang berhubungan dengan reaksi-reaksi pribadi (individualitas) yang pada umumnya menentang pengaruh sosial.

5). Tema ketuhanan, yaitu tema yang berhubungan dengan masalah spiritual atau kekuatan yang lebih tinggi di luar manusia.

Cara menafsirkan tema (Stanton)

1).mempertimbangkan tiap detil cerita yang dikedepankan.

2). Tidak bertentangan dengan tiap detil cerita.

3). Tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

4). Mendasarkan pada bukti yang secara langsung ada atau yang disyaratkan dalam cerita.


4. Amanat

Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Sebagaimana tema, amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.


 





DAFTAR PUSTAKA

Chaulia, Maura, Muhajir Muhajir, and Mukhlis Mukhlis. 2021. "FAKTA CERITA DAN SARANA CERITA NOVEL MATA DAN RAHASIA PULAU GAPI KARYA OKKY MADASARI." Seminar Nasional Literasi. Vol. 6. No. 1. 

Nurhayati, Ari. 2004. "UNSUR-UNSUR DALAM CERITA FIKSI". (Online), (https://staffnew.uny.ac.id/upload/132161223/pengabdian/UNSUR-UNSUR+FIKSI.pdf, diakses pada 23 Oktober 2023, pukul 19.32).

Radmila, Kartika Digna. 2018. "Hakikat Prosa & Unsur-unsur Fiksi." (Online), (https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=unsur-unsur+fiksi+prosa&oq=#d=gs_qabs&t=1698119531357&u=%23p%3D8nH-MGddrVQJ, diakses pada 22 Oktober w023, pukul 13.50).

Vardani, Eka Nova Ali. "Modul Kuliah Prosa Indonesia". (Online), (https://123dok.com/article/sarana-cerita-prosa-unsur-instrinsik-fakta-cerita-prosa.z1lkn6vq, d

iakses pada 24 Oktober 2023, pukul 09.23).

Wicaksono, Andri. 2017. Pengkajian prosa fiksi (Edisi revisi). Garudhawaca

Komentar

Postingan Populer